<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d35165446\x26blogName\x3dberita+makassar\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://beritamakassar.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3den_US\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://beritamakassar.blogspot.com/\x26vt\x3d6754467744118836576', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe", messageHandlersFilter: gapi.iframes.CROSS_ORIGIN_IFRAMES_FILTER, messageHandlers: { 'blogger-ping': function() {} } }); } }); </script>

Ngerti Puasa,Tetap Berciuman

Thursday, September 28, 2006
Menengok warga makassar puasa di inggris

HARI Jumat sore saya menerima email dari teman di London. Isinya menyebutkan bahwa hari pertama Ramadan jatuh pada hari Sabtu, 23 September. Pengumuman ini berdasarkan edaran dari The Islamic Cultural Centre (Central Mosque)-Mesjid Besar London. Edaran ini menjadi rujukan bagi KBRI di London. Kaget juga jadinya, soalnya sebelumnya beredar bahwa permulaan puasa akan jatuh pada hari Ahad, 24 September. Beberapa kawan di wilayah lain di Inggris memilih untuk memulai puasa pada hari Ahad.
Apalagi masjid besar Birmingham menyebutkan, awal Ramadan jatuh pada hari Ahad, 24 September. Menurut mereka, perbedaan hari pertama Ramadan adalah berkah Ramadan itu sendiri. Ada guyonan dari kawan-kawan, kalau toh akhirnya masuk sorga, maka saya akan masuk sorga duluan sehari dibanding mereka. Menjalani puasa di Inggris tidak ada yang berat sebenarnya. Apalagi musim panas telah lewat. Perbedaan musim memang menentukan berapa lama puasa dijalankan. Saat musim panas, siang di Eropa menjadi lebih panjang, begitu juga sebaliknya saat musim dingin. Alhamdulillah, saat ini sudah lewat musim panas jadi soal lamanya waktu berpuasa hampir tak ada bedanya dengan di Indonesia. Yang berbeda mungkin adalah suasana dan rasa dari puasa itu sendiri. Menjalankan puasa di negeri yang mayoritas Muslim seperti di Indonesia mungkin tidak menjadi masalah. Lingkungan dan suasana membuat kita bisa menjalankan ibadah dengan tenang dan khusyuk. Namun akan halnya dengan menjalankan puasa di negeri yang Islam bukanlah mayoritas, sungguh amat berbeda, tanpa bermaksud menyebutnya sulit atau tidak mungkin. Saat sahur adalah saat yang tersulit. Apalagi saya tinggal bersama keluarga Inggris yang non-Muslim. Untungnya mereka sangat mengerti dan memberikan keleluasaan pada saya untuk "ribut" kala mereka terlelap saat mempersiapkan hidangan sahur. Dukungan terpenting lain adalah mereka juga membantu menyiapkan bahan makanan yang halal, seperti daging ayam dan sapi, yang kami beli di supermarket halal yang lumayan banyak di kota Birmingham. Saat hari pertama puasa, saya praktis tidak punya perbekalan yang cukup. Sahur dengan roti dan minum teh manis, ditambah dengan sebiji apel. Terbayang puasa yang melelahkan. Siang hari saya memutuskan untuk belanja dan berharap buka puasa dengan hidangan yang lebih baik. Muslim Birmingham Bicara soal kota Birmingham, sebenarnya Muslim di sini cukup banyak. Mereka rata-rata berasal dari Pakistan, India, dan Aljazair. Masjid besar Birmingham terbilang tua dibanding mesjid lainnya di Inggris. Menurut catatan, masjid besar Birmingham adalah mesjid terbesar di wiayah barat Eropa. Sejarahnya pendiriannya pun menunjukkan dukungan dan kerja sama antar pemeluk agama dan imigran dan penduduk lokal. Berdiri sejak tahun 1969, tanah yang ditempati mesjid ini hampir dijual oleh pemerintah kota jika dalam waktu dua tahun pembangunan mesjid tidak dapat dirampungkan. Maka bergeraklah kamu muslim untuk memberikan donasi. Dukungan juga datang dari anggota masyarakat non-Muslim, hingga mesjid ini resmi dipakai pada tahun 1975. Birmingham adalah kota terbesar kedua di Inggris, dan merupakan kota dengan tingkat multiras yang tinggi. Muslim paling banyak berada di kawasan Small Heath, Sparkbrook, Alum Rock, Mosely, dan Aston. Nuansa Ramadhan lebih terasa di daerah-daerah ini. Orang-orang Indonesia, khususnya yang telah lama bermukim di Birmingham, juga kebanyakan bermukim di daerah-daerah ini. Komunitas Muslim Komunitas Muslim Indonesia punya agenda rutin, termasuk dalam menyambut Ramadan kali ini. Pengajian dan buka puasa bersama dijadwal tiap pekan, seperti yang saya ikuti pada hari Ahad yang lalu, saat hari kedua Ramadan. Acara buka puasa bersama dilaksanakan di rumah salah seorang warga Indonesia di wilayah Aston, yang telah bermukim lebih dari delapan tahun di sini. Ada sekitar 30 an lebih jamaah Indonesia. Rata-rata mereka sudah berkeluarga, bahkan ada yang menikah dengan orang Inggris yang telah masuk Islam. Sisanya adalah mahasiswa dan Muslim Inggris yang sering bergabung dalam kegiatan-kegiatan komunitas Muslim Indonesia. Hidangan buka puasa penuh dengan nuansa Indonesia. Ada kolak pisang, kue dadar, dan agar-agar sebagai makanan pembuka, serta nasi, sayur asam, dan ayam bakar sebagai sajian utama. Ada juga kurma dan buah sebagai pelengkap sajian. Setiap jamaah memanfaatkan ajang ini untuk silaturahmi, sebagaimana layaknya di Indonesia pada setiap Ramadan. Mereka pun berbagi cerita dan pengalaman, termasuk resep masakan khas Indonesia untuk berbuka maupun sahur. Soal rindu dan perasaan sedih, semuanya juga berbagi cerita. Ada yang rindu pada anak dan istri, ada pula yang rindu pada keluarga, juga tidak sedikit yang rindu suara beduk dan suasana malam saat shalat tarawih. Meski saat itu rumah tempat kami berbuka dekat lokasinya dengan masjid, namun tidak ada suara tanda pengingat bahwa saatnya berbuka puasa, sebagaimana layaknya masjid-msjid di tanah air. Bagi kami yang baru tinggal beberapa saat disini, perbedaan puasa dengan di Indonesia sangat terasa. Tidak ada suara beduk tanda buka telah tiba, atau juga suara doa tanda imsak. Semuanya mengandalkan jadwal yang disediakan KBRI atau situs Islam semacam www.islamicfinder.org. Dalam pergaulan dengan teman yang tidak menjalankan puasa pun terasa berbeda. Dalam kehidupan sehari-hari, puasa tidak menghalangi aktivitas kami. Kuliah dan sekolah tetap dijalankan, meski godaan beratnya puasa selalu saja ada. Ditambah lagi dengan suasana yang tidak beda dengan hari-hari biasanya, orang-orang di sekitar kita dapat saja makan, minum dan bergandengan bahkan berciuman. Mereka mengerti kita puasa, namun mereka tetap saja merasa bahawa puasa tak lebih dari urusan makan dan minum belaka. Untungnya pihak universitas menyediakan tempat khusus untuk mahasiswa Muslim. Tempat ini biasanya juga dipakai sebagai tempat melaksanakan shalat Jumat pada hari-hari biasa. (sumber :tribun-timur)